Aku
tidak mengerti tentang apa yang mereka katakan padaku bahkan aku tak mau
tau itu semua. Mungkin, karena aku terlalu sibuk dengan sahabatku. Aku
merasa sangat beruntung, satu sahabat membuatku tak membutuhkan siapaun
lagi. Bahkan suatu ketika, saat ayah menikah lagi, aku tidak
memperdulikannya, aku tidak membutuhkannya seperti ia tidak
membutuhkanku karena hanya sahabatkulah yang
mengerti perasaanku, mengerti keadaanku. Sudah dua tahun ayahku pergi
dengan kehidupan barunya, meninggalkan aku dan kedua adikku. Tapi itu
bukanlah masalah bagiku, tidak juga membuatku sedih karena nenek
senantiasa menjaga mereka dengan baik. Anehnya mereka menjauhiku,
mungkin karena aku terlalu sibuk dengan sahabatku, sahabat yang pertama
kali ku temui saat tak ku temukan setitik cahayapun. Saat itu sesosok
raga tak bernyawa tertidur pulas tanpa memperdulikan betapa banyaknya
air mata yang menetes di pipiku, dulu ialah yang selalu menyekanya
dengan penuh kasih sayang. Namun saat itu ia lebih memilih membiarkanku
sendiri disudut kamar, tempat kami selalu bercengkrama. Sekarang aku
sudah tak perduli, sahabatku adalah segalanya.
Seperti biasa kuliah pagi membuatku harus bergegas pergi ke kampus tercinta. Namun, aku bingung bagaimana mengatakannya pada sahabatku, mengatakan kalau ia harus menunggu di rumah selama aku kuliah, ini sulit bagiku karena sedetikpun ia tak pernah meninggalkanku. Dengan sangat terpaksa aku harus membiarkannya ikut denganku. Seakan tak habis pokok pembicaraan ia terus mengajakku bercerita, tak jarang ia membuatku bias tertawa lepas, melupakan semua caci, maki teman-teman yang bahkan tak ingin berteman denganku dan menutup rapat kesempatan untukku bisa dekat dengan mereka. Ini sungguh menjengkelkan terutama saat para dosen membiarkan mereka menertawakanku, untung saja sahabatku selalu disini, hanya ia yang mengerti betapa tercabiknya hatiku saat mereka tertawa lepas.
Sungguh dunia ini terasa indah walau hanya sahabatku yang rela menghabiskan waktunya bersamaku, hanya ia yang ku lihat dan hanya ia yang mau berteman denganku, hingga suatu saat mereka jenuh dan membiarkanku tinggal bersama orang-orang asing yang amat buruk lakunya. Kini sahabatku hilang membuatku takut dan tak henti menangis..
Seperti biasa kuliah pagi membuatku harus bergegas pergi ke kampus tercinta. Namun, aku bingung bagaimana mengatakannya pada sahabatku, mengatakan kalau ia harus menunggu di rumah selama aku kuliah, ini sulit bagiku karena sedetikpun ia tak pernah meninggalkanku. Dengan sangat terpaksa aku harus membiarkannya ikut denganku. Seakan tak habis pokok pembicaraan ia terus mengajakku bercerita, tak jarang ia membuatku bias tertawa lepas, melupakan semua caci, maki teman-teman yang bahkan tak ingin berteman denganku dan menutup rapat kesempatan untukku bisa dekat dengan mereka. Ini sungguh menjengkelkan terutama saat para dosen membiarkan mereka menertawakanku, untung saja sahabatku selalu disini, hanya ia yang mengerti betapa tercabiknya hatiku saat mereka tertawa lepas.
Sungguh dunia ini terasa indah walau hanya sahabatku yang rela menghabiskan waktunya bersamaku, hanya ia yang ku lihat dan hanya ia yang mau berteman denganku, hingga suatu saat mereka jenuh dan membiarkanku tinggal bersama orang-orang asing yang amat buruk lakunya. Kini sahabatku hilang membuatku takut dan tak henti menangis..
No comments:
Post a Comment